BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Persalinan merupakan kejadian
fisiologis yang normal. Persalinan normal adalah proses pengeluaran bayi yang
terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-40 minggu), letak bujur atau sejajar
sumbu badan ibu, dengan presentasi belakang kepala terdapat keseimbangan antara
diameter kepala bayi dan panggul ibu, lahir spontan dengan kekuatan tenaga ibu
sendiri, dan proses kelahiran berlangsung kurang lebih 18 jam, tanpa komplikasi
baik pada ibu maupun janin. Sebagian besar persalinan adalah persalinan normal,
hanya 12-15% merupakan persalinan patologis, seperti distosia. Distosia sendiri
dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang salah satunya disebabkan oleh
kelainan tenaga.
Distosia karena kelainan
tenaga (HIS) adalah HIS yang tidak normal, sehingga dapat menimbulkan penyulit
pada saat persalinan, dan pada beberapa kasus dapat mengakibatkan kematian pada
janin maupun ibu.
B. TUJUAN
1.
Tujuan Umum
Agar mahasiswi dapat mengetahui dan
memahmi dengan jelas tentang distosia karena kelainan HIS.
2.
Tujuan Khusus
a) Mahasiswi mengerti
dan memahami pengertian HIS dan Distosia.
b) Mahasiswi mengerti
dan memahami etiologi distosia karena kelaian HIS.
c) Mahasiswi mengerti
dan memahami komplikasi yang disebabkan oleh distosia karena kelainan HIS.
d) Mahasiswi dapat
memberikan intervensi yang tepat pada kasus distosia karena kelainan HIS.
BAB II
ISI
A. PENGERTIAN DISTOSIA KARENA KELAINAN HIS
Distosia adalah kesulitan dalam jalannya
persalinan. Distosia dapat disebabkan karena kelainan HIS (HIS hipotonik dan
hipertonik), karena kelainan mbesar anak, bentuk anak (Hidrocefalus, kembar
siam, prolaps tali pusat), letak anak (letak sungsang dan lintang), serta
karena kelainan jalan lahir.
Distosia karena kelainan HIS antara lain berupa:
1. Inersia Uteri (Hypotonic
uterine contraction )
Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak
adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak keluar. Di sini
kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita
dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang
misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara
atau primipara, serta pada penderita dengan keadaan emosi kurang baik. Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks,
fase laten atau fase aktif, maupun pada kala pengeluaran.
Inersia uteri hipotonik terbagi dua, yaitu :
Inersia uteri hipotonik terbagi dua, yaitu :
a)
Inersia uteri primer
Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah
terjadi his yang tidak adekuat ( kelemahan his yang timbul sejak dari permulaan
persalinan ), sehingga sering sulit untuk memastikan apakah penderita telah
memasuki keadaan inpartu atau belum.
b)
Inersia uteri sekunder
Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his
baik, kemudian pada keadaan selanjutnya terdapat gangguan / kelainan.
Penanganan :
a) Keadaan umum penderita harus diperbaiki. Gizi selama kehamilan
harus
diperhatikan.
diperhatikan.
b) Penderita dipersiapkan menghadapi persalinan, dan dijelaskan
tentang, kemungkinan yang ada.
c) Teliti keadaan serviks, presentasi dan posisi, penurunan kepala
/ bokong
bila sudah masuk PAP pasien disuruh jalan, bila his timbul adekuat
dapat dilakukan persalinan spontan, tetapi bila tidak berhasil maka akan
dilakukan sectio cesaria.
bila sudah masuk PAP pasien disuruh jalan, bila his timbul adekuat
dapat dilakukan persalinan spontan, tetapi bila tidak berhasil maka akan
dilakukan sectio cesaria.
d) Berikan oksitosin
drips 5-10 satuan dalam 500 cc dektrosa 5% ,dimulai dengan 12 tetes
permenit,dinaikkan setiap 10-15 tetes permenit sampai 40-50 tetes permenit.
e) Pemberian oksitosin
tidak perlu terus menerus, sebab bila tidak memperkuat HIS setelah pemberian
beberapa lama,hentikan dulu dan ibu disuruh istirahat. Pada malam hari berikan
obat penenang misalnya valium10 mg dan esoknya dapat diulangi lagi pemberian
oksitosin drips.
f) Bila inersia disertai
dengan disproporsi sefalopelvis, maka sebaiknya dilakukan Secsio Sesarea
g) Bila semula HIS kuat
kemudian terjadi inersia uteri sekunder, ibu lemah dan partus berlangsung lebih
dari 24 jam pada primi dan 18 jam pada multi, tidak ada gunanya memberikan
oksitosin drips, sebaiknya partus segera diselesaikan sesuai dengan hasil
pemeriksaan dan indikasi obstetrik lainnya (ekstraksi vakum atau forcep, atau
secsio sesarea)
2.
Tetania Uteri (Hypertonic uterine contraction )
Adalah HIS
yang terlampau kuat dan terlalu sering sehingga tidak ada relaksasi rahim. Hal
ini dapat menyebabkan terjadinya partus
presipitatus yang dapat menyebabkan persalinan diatas kendaraan, kamar
mandi, dan tidak sempat dilakukan pertolongan. Pasien
merasa kesakitan karena his yang kuat dan berlangsung hampir terus-menerus. Akibatnya terjadilah luka-luka jalan
lahir yang luas pada serviks, vagina dan perineum, dan pada bayi dapat terjadi
perdarahan intrakranial,dan hipoksia janin karena
gangguan sirkulasi uteroplasenter.
Bila ada
kesempitan panggul dapat terjadi ruptur uteri mengancam, dan bila tidak segera
ditangani akan berlanjut menjadi ruptura uteri. Faktor
yang dapat menyebabkan kelainan ini antara lain adalah rangsangan pada uterus,
misalnya pemberian oksitosin yang berlebihan, ketuban pecah lama dengan
disertai infeksi, dan sebagainya.
Penanganan:
a) Berikan obat seperti
morfin, luminal, dan sebagainya asal janin tidak akan lahir dalam waktu dekat
(4-6 jam).
b) Bila ada tanda-tanda
obstruksi, persalinan harus segera diselesaikan dengan secsio sesaria.
c) Pada partus
presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena janin lahir tiba-tiba dan
cepat.
3.
Aksi Uterus Inkoordinasi (incoordinate uterine action)
Sifat his
yang berubah-ubah, tidak ada koordinasi dan singkronisasi antara kontraksi dan
bagian-bagiannya. Jadi kontraksi tidak efisien dalam mengadakan pembukaan,
apalagi dalam pengeluaran janin. Pada bagian atas dapat terjadi kontraksi
tetapi bagian tengah tidak, sehingga dapat menyebabkan terjadinya lingkaran
kekejangan yang mengakibatkan persalinan tidak maju.
Penanganan:
a) Untuk mengurangi rasa
takut, cemas dan tonus otot, berikan obat-obat anti sakit dan penenang
(sedativa dan analgetika) seperti morfin, petidin, dan valium.
b) Apabila persalinan
sudah berlangsung lama dan berlarut-larut selesaikanlah partus menggunakan
hasil pemriksaan dan evaluasi, dengan ekstraksi vakum, forseps atau seksio
sesaria.
B. ETIOLOGI DISTOSIA KARENA KELAINAN HIS
Distosia karena kelainan HIS dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, antara lain:
1. Primigravida,
multigravida dan grandemultipara.
2. Herediter, emosi dan
ketakutan memegang peranan penting.
3. Salah pimpinan
persalinan, atau salah dalam pemberian obat-obatan.
4. Bagian terbawah janin
tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah rahim. Ini dijumpai pada kelainan
letak janin dan disproporsi sefalopelvik.
5. Kelainan uterus,
misalnya uterus bikornis unikolis.
6. Kehamilan postmatur.
C. KOMPLIKASI YANG DISEBABKAN KARENA KELAINAN HIS
Kelainan his
(insersia uteri) dapat menimbulkan kesulitan, yaitu :
1. Kematian atau jejas kelahiran
2. Bertambahnya resiko infeksi
3. Kelelahan dan dehidrasi dengan tanda-tanda : nadi dan suhu meningkat,
pernapasan cepat, turgor berkurang, meteorismus dan asetonuria.
1. Kematian atau jejas kelahiran
2. Bertambahnya resiko infeksi
3. Kelelahan dan dehidrasi dengan tanda-tanda : nadi dan suhu meningkat,
pernapasan cepat, turgor berkurang, meteorismus dan asetonuria.
D. PENATALAKSANAAN PADA KELAINAN HIS
Kelainan his dapat
diatasi dengan :
1. Pemberian infus pada persalinan lebih 18 jam untuk mencegah timbulnya gejala-
gejala atau penyulit diatas.
2. Insersia uteri hipotoni : jika ketuban masih ada maka dilakukan amniotomi dan
memberikan tetesan oksitosin (kecuali pada panggul sempit, penanganannya di-
seksio sesarea)
1. Pemberian infus pada persalinan lebih 18 jam untuk mencegah timbulnya gejala-
gejala atau penyulit diatas.
2. Insersia uteri hipotoni : jika ketuban masih ada maka dilakukan amniotomi dan
memberikan tetesan oksitosin (kecuali pada panggul sempit, penanganannya di-
seksio sesarea)
BAB III
PENUTUP
- KESIMPULAN
Distosia adalah kesulitan dalam jalannya
persalinan. Distosia dapat disebabkan karena kelainan HIS (HIS hipotonik dan
hipertonik), karena kelainan mbesar anak, bentuk anak (Hidrocefalus, kembar
siam, prolaps tali pusat), letak anak (letak sungsang dan lintang), serta
karena kelainan jalan lahir. Distosia karena kelainan HIS antara lain berupa:
- Inersia Uteri (Hypotonic uterine contraction )
2. Tetania Uteri (Hypertonic uterine contraction )
3.
Aksi Uterus Inkoordinasi (incoordinate uterine action)
- SARAN
Sebaiknya mahasiswi benar- benar memahami
apa yang di maksud dengan distosia karena kelainan tenaga (HIS), sehingga dapat
di lakukan intervensi secara tepat dan cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Mochtar,MPH, Rustam.1998.Sinopsis Obstetri jilid 1. Jakarta : EGC.
Wiknjosastro, Hanifa.2007.Ilmu Kebidanan.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
http://hidayat2.wordpress.com/2009/05/16/distosia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar